DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloroethana) merupakan salah satu pestisida sintesis yang sangat terkenal.
Kenapa terkenal ? Karena DDT telah mencatat sejarah penting bagi kehidupan
dunia, dan bahkan hingga saat ini pengaruhnya masih belum bisa jauh dari
kehidupan biologis dunia. DDT merupakan pestisida yang mengundang sejarah
kontroversial. Ingin tahu lebih lengkapnya ? Yuk, kita simak.
Ketika berlangsungnya
perang Dunia II, terjadi wabah malaria dan tipus besar-besaran yang telah
mengakibatkan banyak nyawa meninggal. Diantara banyak nyawa yang hilang adalah
para penduduk sipil serta tentara militer. Nah, akibat permasalahan yang sangat
serius ini, para ilmuan mulai melakukan berbagai percobaan menciptakan suatu
senyawa yang bisa mengendalikan dan menghentikan merabknya wabah malaria dan
tipus tersebut. Pada tahun 1873 seorang ilmuan yang bernama Zeidler mensintesis
suatu senyawa yang disebut DDT. Akan tetapi, sifat insektisida dari DDT ini
baru ditemukan ditahun 1939 oleh Dr. Paul Muller. DDT menjadi sangat populer
selama perang dunia II. DDT mampu menanggulangi penyakit malaria, tifus, maupun
penyakit lainnya yang ditularkan oleh nyamuk, lalat, dan kutu. DDT telah
menjadi malaikat penolong bagi umat manusia saat itu. Betapa tidak, DDT telah
mampu menyelamatkan 25 juta jiwa dari ancaman tifus dan malaria (500.000 orang
meninggal akibat malaria ditahun 1960 kemudian turun menjadi 1000 orang ditahun
1970). Karena seluruh dunia merasa tertolong oleh DDT, akhirnya ditahun 1948
Paul Muller dianugrahi hadiah Nobe dalam ilmu kedokteran dan fisiologi.
Akan tetapi, sifat
malaikat DDT tidak dicap selamanya, karena ditahun 1962 keluarlah Buku yang
berjudul "SILENT SPRING" karangan Rachel Carson yang menghebohkan
dunia. Dalam Silent Spring, dikatakan bahwa DDT adalah obat yang sesungguhnya
sangat mematikan bagi kehidupan bumi. Silent Spring terang-terangan meminta
pertanggung jawaban dari semua pihak karena melapskan banyak bahan kimia (DDT)
kedalam lingkungan tanpa memahami bahwa DDT sebenarnya dapat merusak ekologi
bahkan kesehatan manusia. Dunia pun gaduh atas keluarnya buku ini. Pada tahun
1940-an sebenarnya sudah terlihat banyak populasi burung elang yang hampir
punah di AS. Ternyata elang terkontaminasi DDT dari makanannya (ikan yang
tercamar DDT). Bukan itu saja, DDT juga menyebabkan cangkang telur elang
menjadi amat rapuh sehingga rusak ketika dierami. Muncul juga gejala keracunan
akut pada manusia, seperti tremor, sakit kepala, letih, muntah, kerusakan
sel-sel hati, sistem syaraf, sistem imunitas, dan reproduksi akibat DDT. DDT
bisa membawa penyakit ccacat bagi janin yang dikandung makhluk hidup. Akhirnya
AS memutuskan pelarangan penggunaan DDT oleh AS tahun 1972. DDT diumumkan
dilarang digunakan untuk pertanian seluruh dunia.
Namun, kenyataanya tak
sesimpel itu untuk menangkal efek mematikan dan berbahayanya senyawa yang satu
ini. Penghentian DDT kenyataanya masih meninggalkan masalah di abad ke-21 saat
ini. DDT adalah senyawa yang presisten (tahan, tak mudah terurai, stabil, tak
mudah terdegradasi) dan mampu mengendap dalam tanah sampai kapanpun. Masih
banyak sekali residu (sisa-sisa) DDT yang tertinggal di alam dan kini justru
masih menghantui kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia. Dan saat ini,
seluruh makhluk hidup sangat perlu mewaspadai DDT residu ini.
Ya itulah DDT. Antara
malaikat penolong dan juga sebagai malaikat maut.